Halaman

Senin, 04 Juni 2012

My Way and My Faith (Cer - Bung) Part 4 - Ending

Satu tahun kemudian...

Ini awal yang baru, tahun yang baru dan akhirnya...setelah dua kali mengulang masa sekolahku, aku berhasil lulus dengan nilai yang teramat memuaskan sampai membuat Maya dan wali kelasku menangis terharu. Well, ehem...sebenarnya aku ini mempunyai otak yang cerdas, bukannya sombong atau apalah...tapi memang itu kenyataannya.

Ini juga awal yang baru bagiku, setelah selesai menjalai terapi dengan Ann, aku merasakan sesuatu yang baru dalam diriku. Ya, dia benar-benar berhasil membuatku kembali merasakan hangatnya sinar matahari, dia berhasil membuatku kembali optimis dalam menjalani hidupku, dia berhasil membuatku akhirnya mempunyai alasan untuk kembali menjalani hari-hariku yang sempat aku sia-siakan. 

Kini aku melanjutkan ke perguruan tinggi sambil bekerja, dan Maya sangat mendukungnya. 

"Kamu mau kemana, Ken?" tanya Maya. "Rapih banget."

"Mau jalan, May." jawabku sambil melihat pantulan diriku sendiri dicermin.

"Pasti sama Ann, ya?" tebak Maya sambil tersenyum.

Aku hanya menjawabnya dengan anggukan singkat namun dengan senyum yang lebar.

"Hmmm....aku mencium bau-bau orang lagi jatuh cinta, nih." Maya bersikap seolah sedang mengendus sesuatu.

"May, gue sama Ann cuma temenan, ya."

"Ya, ya. Tapi aku ga keberatan lho punya adik ipar seperti Ann."

Oh yaaa, Maya mulai lagi. Beberapa bulan terakhir ini, aku dengan Ann memang sering jalan bareng, tapi kami hanya sekedar teman, tidak lebih, setidaknya itulah yang kami jalani beberapa bulan ini, tapi sepertinya Maya beranggapan lain, dia sangat berharap aku dan Ann mempunyai hubungan yang spesial.

Well, Ann memang gadis yang sangat menarik, dia cantik, supel, pintar dan sangat membuatku nyaman berlama-lama berada disisinya. Tapi aku tidak yakin dia mempunyai tanggapan yang sama atas diriku.

Apa aku menyukai Ann? 

Hanya orang bodoh yang tidak menyukainya. Tapi jalinan pertemananku dengannya sudah berjalan sejauh ini dan semuanya berjalan sangat baik. Aku tidak ingin merusak pejalinan pertemanan ini hanya karena aku mengucap satu kalimat : "Aku menyukaimu, Ann." 

Tapi aku juga nggak bisa seumur hidup memendamnya, mungkin aku akan menyatakannya, suatu hari nanti, menunggu saat yang tepat, atau mungkin...malam ini saja?

***

Aku menunggunya direstoran tempat kami janjian bertemu. sekitar sepuluh menit aku menunggu, tapi rasanya seperti sepuluh tahun, entah kenapa jantungku berdetak nggak karuan mungkin akan segera copot saat aku lihat Ann datang dan berjalan menuju meja kami.

"Sorry, telat. Tadi abis isi bensin dulu dan antriannya luar biasa panjang." ucapnya, selalu dengan senyuman yang selalu membuatku ikut tersenyum.

"It's oke, Ann. Well, you look great tonight."

"Thanks, but you look great too, Ken."

Kami saling memuji, tapi aku pribadi, aku bukan hanya sekedar memuji atau basa-basi, dia benar-benar terlihat wonderful malam ini. Ann terihat salah tinggkah, mungkin karena aku yang terus memandangnya. Sial, aku benar-benar tidak sanggup mengalihkan pandangan mataku darinya.

"Is there anything wrong with me?" tanyanya.

"Nggak ada. You just look too...perfect for me." 

"Well, thank you again, Ken. Kayaknya ga perlu terus-terusan memuji seperti itu, itu bisa membuatku terbang nanti." 

"But, that's you are."

Ann hanya mengangguk dan tetap tersenyum. Oh...Tuhan, aku ingin berhentikan waktu sebentar saja atau selamanya agar aku terus bisa melihat senyumnya seperti ini.

Kami memesan makanan, dan ngobrol topik-topik ringan sambil mengumpulkan keberanian diriku untuk menyatakan perasaanku malam ini padanya. Ya, tekadku sudah bulat.

***

Kami duduk ditaman dekat restoran, taman yang ditengahnya terdapat beberapa air mancur dalam satu kolam yang cukup besar. Aku memakaikan jasku pada Ann.

"Boleh aku tau, kenapa dari tadi kamu terus memandangiku seperti itu?" tanya Ann penuh selidik, sambil mengangkat sebelah alis matanya.

"Gue...hmmm, aku mau tanya sesuatu."

Ann mengangguk. Sepertinya tidak merasa aneh dengan perubahan kata yang kugunakan, biasanya aku memanggil diriku dengan 'gue', tapi mulai malam ini akan kurubah. Semoga dia menyukainya.

"Menurutmu, hubungan kita ini seperti apa?"

Ann mengangkat kedua alis matanya, terdengar agak kaget namun tetap berfikir.

"Berteman, kan? Apa ada yang salah dengan pertemanan kita, Ken?"

"Oh, nggak, nggak ada yang salah sedikit, pun. Tapi aku rasa..."

"Apa?"

"Aku rasa ada salah dengan diriku...hmmm, perasaanku." Aku lemas, Ann memang tidak pernah lebih menganggapku sebagai teman.

"Maksudmu?"

"Aku...apa akan ada yang berubah dengan hubungan pertemanan kita kalau aku bilang, aku...menyukaimu, Ann." Akhirnya aku ungkapkan juga. 

Ann terlihat sedikit kaget dengan pernyataanku, namun ia dengan cepat kembali mengontrol emosi didirinya dan kembali tersenyum.

"Sejak kapan?" tanyanya lembut. Kini aku yang kaget, respon yang kuterima tidak seperti yang aku fikirkan. Aku berfikir, Ann akan langsung menolakku dan memberiku peringatan agar aku dan dia tetap berteman. Tapi ini...

"Sejak...sejak kamu pertama kali membuatku tersenyum, dan aku lupa kapan tepatnya kamu membuatku tersenyum."

Ann hanya tersenyum. Kadang disaat seperti ini, senyumnya sangat membuatku gemas.

"Aku, tidak akan memaksakan perasaanku padamu Ann, kalau memang kamu hanya menganggapku teman, tidak apa-apa kalau selamanya aku hanya menjadi temanmu, asalkan aku selalu menjadi orang pertama yang kamu panggil saat kamu terjatuh. Tidak apa-apa kalau aku akan menjadi temanmu selamanya, asalkan aku selalu berada didekatmu untuk melihat senyumu setiap hari. Dan kamu nggak perlu menjawabnya sekarang, tapi...mungkin...lebih baik, hmm, kamu menjawabnya sekarang."

"Kamu akan menjadi orang pertama yang kusebut saat aku senang maupun sedih, dan aku rela menunjukkan senyumku saat aku senang maupun sedih hanya padamu, tapi bukan sebagai teman." Ann tersenyum lagi sambil memandang mataku.

"Jadi?"

Ann mengangguk singkat, lalu kembali memandang air mancur itu. Belum pernah aku melihat seseorang yang terlihat bersinar padahal langit sudah gelap. Ann duduk disisiku dan aku disini, duduk disisinya sambil menggenggam tangannya.

Aku memang bersedih atas kepergian orang tuaku, namun Ann mengajarkanku untuk hidup dengan lebih menerima dan selalu melihat sisi positif dari segala apa yang sudah terjadi. Everything happened for a reason. And God has been preparing for a best result at the end.

This is my way and this is my faith.

-The End-


Original Cer - Bung by : Kiky
 


Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...